Travelling

Rabu, Juli 28, 2010

SISTEM SOSIAL


-->
SISTEM SOSIAL
Definisi, Unsur-Unsur Sistem Sosial, dan Sistem Sosial sebagai Sistem Masyarakat[1]
Oleh : Salman Farizi
A. PENDAHULUAN
Berbicara tentang masalah sosial memang tidak akan pernah ada habisnya. Permasalahan sosial dari waktu ke waktu terus bermunculan, mulai dari yang level lokal sampai level nasional atau bahkan sampai ke level internasional. Kenakalan remaja, seks bebas, pengangguran, tuna wisma, kriminallitas, Korupsi. Kolusi, dan Nepotisme (KKN), kesenjangan sosial dan lain-lain. Dari sekian permasalahan yang muncul tersebut menuntut adanya sebuah jalan keluar atau solusi. Sehingga ilmu-ilmu sosial terus mengalami perkembangan, tidak terkecuali juga ilmu Sosiologi-Antropologi yang terus mengalami perkembangan yang pesat.
Kita adalah anggota masyarakat atau bagian dari sistem sosial yang hidup di dalam sebuah masyarakat. Kita harus bisa beradabtasi dengan lingkungan hidup di masyarakat kita. Satu hal yang pasti akan kita hadapi di dalam sistem sosial atau masyarakat adalah berbagai masalah yang berkenaan dengan permasalahan kehidupan masyarakat atau sistem sosial. Untuk itu kita perlu mempelajari, mengkaji dan memahami lebih dalam tentang Sistem Sosial, agar kita mampu mengatasi dan menyelesaikan dengan baik setiap permasalahan yang muncul dari masyarakat kita. Demi tercapainya tujuan masyarakat kita dan demi melestarikan budaya bangsa kita.
Hal yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah apa yang di maksud dengan sistem sosial itu dan apa saja yang menjadi unsur penyusun dari sitem sosial itu. Namun yag lebih penting dari semua itu adalah bagaiman sesungguhnya sistem sosial yang ada di masyarakat kita. Semua itu dimaksudkan agar sebagai bagian dari suatu sistem yang ada dalam masyaakat, kita menjadi lebih bijak dalam memandang suati permasalahan yang ada di dalamnya tersebut sehingga mampu menjalankan fungsinya sebaik baik di masyrakat.
B. PENGERTIAN SISTEM SOSIAL
Istilah sistem bagi masyakat umum bisanya diartikan sebagai suatu cara yang menyangkut teknis melakukan sesuatu. Akan tetapi jika ditinjau dari segi sosiologis, istilah ini sesungguhnya mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur atau komponen yang saling bergantungan satu sama lainnya dalam satu kesatuan yang utuh.[2]
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani, yaitu Systema yang mempunyai arti sebagai berikut:
1. Suatu keseluruhan yang etrsusun dari sekian banyak bagian.
2. Hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen yang secara teratur.[3]
Istilah itu mempunyai banyak pengertian, di antaranya:
1. Himpunan benda-benda yang saling bergantungan satu sama lain, misalnya hubungan platina, karburator, busi, dan bensin pada kendaraaan bermotor.
2. Sistem yang menunjuk pada hubungan antar organ tubuh manusia, misalnya system saraf.
3. Himpunan unsur-unsur kebudayaan, yaitu gagasan (ide), perasaan, dan karsa yang terorganisir.
4. Cara atau metode tertentu yang biasanya dipergunakan dalam rangka memecahkan masalah tertentu yang berhubungan dengan pembuktian suatu hipotesis. Misalnya metode penelitian dengan sistem wawancara, observasi, angket dan lain-lain.
5. Struktur atau skematika, pengelompokan,, dan sebagainya. Misalnya pengorganisasin (pembagian kerja suatu organisasi).[4]
Secara bebas dapat diartikan bahwa Sistem Sosial adalah himpunan dari bagian-bagian yang saling berkaitan, masing-masing bagian bekerja sendiri dan bersama saling mendukung; semuanya dimaksudkan untuk mencapai tujuan bersama, dan terjadi pada lingkungan yang kompleks.
Arti penting dalam mempelajari sistem adalah dalam pemecahan masalah yang rumit, luas, dan saling bergantungan satu sama lain. Sementara kemampun manusia untuk menelaah dan menyelesaikannya sangat terbatas, yang memerlukan berbagai keahlian.denagn menggunakan sistem, agar dalam pendekatannya dilakukan secara sistematis; penyelesaian didasarkan antar bagian-bagian yang sama, sehingga dapat dilihat secara jelas tentang keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain.[5]
Di dalam sistem sosial, paling tidak harus ada hal-hal sebagai berikut:
1. Dua orang atau lebih
2. Terjadi interaksi antara orang-orang yang ada
3. Mempunyai tujuan atau sesuatu yang hendak dicapai
4. Memiliki struktur, simbol, dan harapan-harapan bersama yang dipedominya.
Dikatakan bahwa hubungan antar orang yang ada suatu sistem biasanya berlangsung lama. Unsur-unsur dalam sistem sosial adalah satuan dari interaksi sosial, yang kemudian membentuk struktur; artinya unsur-unsur itu merupakan bagian-bagian yang saling bergantungan dan menyatu dalam sistem sosial.[6]
Sistem sosial pada dasarnya terbentuk dari interaksi antar individu yang berkembang menurut standar penilaian dain kesepakatan bersama, yaitu perpedoman pada norma-norma konstan artinya apa yang terjadi kemarin merupakan perulangan dari yang sebelumnya, dan besok akan diulang kembali dengan cara yang sama.
C. UNSUR – UNSUR SISTEM SOSIAL
Secara umum unsur-unsur sistem sosial terdiri dari status, peranan dan perbedaan sosial; akan tetapi sesungguhnya secara lebih luas, banyak sekali komponen yang terkandung dalam pengertian sosial itu. Menurut Alvin L. Bertrand[7], ada sepuluh unsur yang terkandung dalam sistem sosial, yaitu:
1. Keyakinan (pengetahuan)
Keyakinan meerupakan unsur sistem sosial yang dianggap sebagai pedoman dalam melakukan penerimaan suatau pengetahuan dalam kelompok soosial dalam masyarakat. Keyakinan ini secara praktis biasanya digunakan dalam kelompok masyarakat yang masih yang masih tergolong terbelakang segi opengetahuannya, sehingga dalam menilai suatu kebenaran dirumuskan melalui keyakinan bersama. Misalnya, dalam menilai berbahaya atau tidak dalam menerima anggota baru pada suatu kelompok atau organisasi sosial, dinilai berdasarkan kekuatan keyakinan.
2. Perasaaan (sentimen)
Perasaan menurut Alvin, menunjuk pada bagaimana persaan pada anggota suatu sistem sosial (anggota kelompk) tentang hal-hal, peristiwa-peristiwa serta tempat tertentu. Setiap perasaan anggota masyarakat dalam memandang sesuatu pasti akan berbeda. Perasaan meliputi rasa dendam, peduli, acuh tak acuh dan lain-lain.
3. Tujuan , sasaran atau cita-cita
Cita-cita, tujuan atau sasaran, di dalam suatu sistem social merupakan pedoman bertindak agar program kerja yang telah ditetapkan dan disepakati bersama dapat tercapai secara efektif.
4. Norma
Norma – norma sosial, menurut Alvin, dapat dikatakan sebagai patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan di dalam situasi-situasi tertentu. Unsur norma ini merupakan komponen sistem sosial yang dapat dianggap paling kritis untuk memahami serta meramalkan aksi atau tindakan manusia. Norma-norma menggambarkan tata tertib atau aturan-aturan permainan yang dapat memberikan petunjuk tentang standar untuk bertingkah laku dan di dalam menilai tingakah laku. Contohnya, tentang kejujuran, tata-tertib suatu permainan, tata-tertib hokum, dan sebagainya.Alvin kemudian menggambarkan bahwa dengan berpegang pada norma, sebenarnya dimaksudkan sebagai landasan untuk dapat menilai tingkah laku individu-individu dan juga kelompok. Apabila tingkah laku seseorang dipandang wajar dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kelompoknya, maka interaksi dalam kelompok tersebut akan berlangsung dengan wajar sesuai dengan ketetapan- ketetapan bersama.
5. Status dan peranan
Dengan status, seseorang dapat menentukan sifat dan tingkatan kewajiban serta tanggung jawab di dalam suatu kelompok masyarakat; di samping juga menentukan hubungan antara atasan dengan bawahan terhadap anggota lain dalam kelompok masyarakat. Menurut Alvin, status merupakan serangkaian tanggung jawab, kewajiban, serta hak-hak yang sudah ditentukan dalam suatu masyarakat. Peranan-peranan sosial saling tunjang menunjang secara timbal balik di dalam hal yang menyangkut tugas, hak dan kewajiban. Hal itulah yang menunjukkan atau menampilkan dari status dan peranan sebagai unsur struktural di dalam sistem sosial.
6. Tingkatan atau pangkat (rank)
Tingkatan atau pangkat merupakan unsur sistem sosial yang berfungsi menilai perilaku- perilaku anggota kelompok. Sebaliknya suatu proses penilaian terhadap perilaku-perilaku anggota kelompok, dimaksudkan untuk memberikan kepangkatan ( status ) tertentu yang dianggap sesuai dengan prestasi-prestasi yang telah dicapai. Orang yang dianggap berhasil dalam melaksanakan yang lebih tinggi. Begitu seterusnya sehingga berbagai aktivitas Nampak saling bergantungan; sehingga dengan demikian dapat dikategorikan sebagai sistem sosial.
7. Kekuasaan atau kekuatan (power)
Istilah kekuasaan menunjuk pada kapasitas penguasaan seseorang terhadap anggota-anggota kelompok atau organisasi. Kekuasaan seseorang dalam mengawasi anggota kelompok biasanya dapat dilihat dari status yang dimiliki. Pengaruhnya sangat besar dalam pengambilan suatu keputusan; biasanya pemegang kekuasaan mempunyai wewenang dan kemampuan untuk mempengaruhi para anggota kelompoknya. Dalam analisis sistem sosial suatu kelompok atau organisasi dalam menerima berbagai perintah dan tugas.
8. Sanksi
Sanksi merupakan ancaman hukum yang biasanya ditetapkan oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya yang dianggap melanggar norma-norma sosial kemasyarakatan. Penerapan sanksi oleh masyarakat ditujukan agar pelanggarnya dapat mengubah perilakunya kearah yang lebih baik sesuai dengan norma – norma sosial yang berlaku.
Secara umum sarana dimaksudkan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dari sistem sosial. Yang paling penting dari unsur sarana adalah terletak dari kegunaanya bagi suatu sistem sosial. Dalam analisis sistem sosial pada prinsipnya mengutamakan fungsi dari suatu sarana agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, betapapun sederhananya sarana tersebut.
9. Sarana atau fasilitas
Secara umum sarana dimaksudkan sebagai cara yang digunakan untuk mencapai tujuan dari sistem sosial. Yang paling penting dari unsur sarana adalah terletak dari kegunaanya bagi suatu sistem sosial. Dalam analisis sistem sosial pada prinsipnya mengutamakan fungsi dari suatu sarana agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin, betapapun sederhananya sarana tersebut.
10. Tekanan ketegangan
Di dalam sistem sosial senantiasa terjadi ketegangan, sebab dalam kehidupan masyarakat tidak ada satupun anggotanya yang mempunyai perasaan dan interpretasi sama terhadap kegiatan dan masalah yang sedang dihadapi bersama. Itulah sebabnya, maka suatu ketegangan hubungan antar anggota kelompok masyarakat pada batas waktu tertentu dapat terjadi ketegangan erat kaitannya dengan taraf kekangan yang diterima oleh seseorang individu dari individu lain atau kelompok. Ketegangan itu terjadi oleh karena adanya konflik peranan sebagai akibat dari proses sosial yang tidak merata. Jika dalam suatu sistem sosial dapat tumbuh dan berkembang dengan langgeng, itu karena tingkat toleransi di antara anggotanya relative tinggi. Atau dengan kata lain bahwa, suatu sistem sosial yang dapat hidup secara terorganisir tergantung pada sedikit banyaknya unsur tekanan kegiatan bagi anggota-anggota kelompok sehubungan dengan pencapaian tujuan-tujuan dari kelompok tersebut.
Unsur-unsur yang ada di dalam sistem sosial bagaiaman saling mempengaruhi mempengaruhi ada dua bentuk yaitu:
1) Suatu perubahan yang disengaja dalam semua aspek kehidupan tertentu menghasilkan reaksi-reaksi pada aspek-aspek lain sedemikian rupa sehingga sehingga sistem tersebut kembali kepada suatu keadaan semula.
2) Suatu perubahan tertentu di dalam suatu aspek kehidupan tertentu menghasilkan akibat pada aspek-aspek yang lainsehingga memperbesar perubahan yang terjadi di dalam sistem.[8]
D. SISTEM SOSIAL MERUPAKAN SISTEM MASYARAKAT
Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berhubungan antara satu dengan yang lainnya secara terus-menerus yang terikat loeh kebiasaan dan identitas bersama.
Kehidupan masyarakat dapat dikatakan sebagai sistem sosial karena didalam masyarakat terdapat unsur-unsur sistem sosial. Secara garis besar, unsur-unsur sistem sosial dalam masyarakat adalah orang-orang yang saling tergantung antara satu sama lainnya dalam suatu keseluruhan. Dalam ketergantungan itu sekumpulan manusia terintegrasi yang bersifat lebih kekal dan stabil. Selama masing-masing individu dalam masyarakat itu masih saling tergantung dan masih memiliki kesamaan dan keseimbangan perilaku, maka selama itu pula unsur-unsur sosial menjalankan fungsinya. Dengan adanya ketergantungan antara pihak yang satu dengan yang lainnya, manusia akan memiliki arti penting terhadap kehadiran manusia lainnya. Gotong-royong antara penguasa dengan masyarakat akan menghasilkan suatu kinerja yang baik dalam mengatasi permasalahan sosial yang ada di masyarakat. Tidak mungkin pemerintah dapat menyelesai-kan semua permasalahan tanpa didukung oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya.
Sedangkan secara khusus dan rinci, unsur sistem sosial dalam masyarakat adalah status, peranan dan perbedaan, sosial dari individu-individu yang saling berhubungan dalam suatu struktur sosial.
Seperti diketahui unsur-unsur sistem sosial yang terdapat dalam suatu masyarakat ada sepuluh, yaitu:
1) keyakinan, 2) perasaan, 3) tujuan, sasaran, atau cita-cita 4) norma, 5) kedudukan, peranan, 6) tingkatan atau pangkat 7) kekuasaan atau pengaruh 8) sanksi 9) sarana atau fasilitas, 10) tekanan dan ketegangan. Dari kesepuluh unsur tersebut akan saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya. Semua unsur sistem sosial tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh.
Status sangat erat hubungannya dengan peranan; peranan seseorang dilakukan sebesar hak dan kewajibannya yang diatur dalam status. Pelaksanaan hak dan kewajiban itu didasarkan pada norma-norma sosial yang dianggap sebgai pengawal perilakuan individu-individu agar sesuai dengan status-status yang dimiiki. Dalam kehidupan masayarkat terdapat seperangkat hubungan timbal balik antar peranan-peranan sehubungan dengan status sosial masing-masing individu yang terlibat.; oleh karena itu masyarakat menyerupai sistem sosial. Ada beberapa ciri-ciri kehidupan masyarakat (kolektif) yang menunjuk pada unsur-unsur sistem sosial yaitu:
a. Adanya pembagian kerja
b. Adanya ketergantungan antar individu
c. Adanya kerjasama
d. Adanya kommunukasi dua arah
e. Adanya perbedaaan-perbedaaan antar individu[9]
Menurut pendapat Ankie M.M. Hoogveelt[10], masyarakat sebagai suatu tipe sistem sosial dapat dianalisis dari empt fungsinya yang diperlukan, yaitu:
a. Fungsi pemeliharaan pola
Fungsi ini berkaitan dengan hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub-sistem kultural. Fungsi ini mempertahankan prinsip-prinsip tertinggi dari masyarakat sambil menyediakan dasar dalam berperilaku menuju realitas tertinggi. Mengutip pendapat Person, disebutkan pula bahwa fungsi suatu sistem untuk memelihara agar para aktor atau unit-unit dalam suatu sistem menampilkankan kualitas kebutuhan, keahlian dan kualitas lainnya yang tepat guna sehingga memungkinkan konflik dan ketegangan internal tidak sampai berkembang ke tingkat yang merusak sistem.
b. Fungsi integrasi
Fungsi ini mencakup koordinasi yang diperlukan antara unit-unit yang menjadi bagian dari suatu sistem sosial, khususnya berkaitan denaga kontribusi terhadap keseluruhan sistem.
c. Fungsi pencapaian tujuan
Fungsi ini mengatur hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub-sistem kepribadian. Fungsi ini tercermin dalam bentuk penyusunan skala prioritas dari segala tujuan yang hendak dicapai dan penentuan bagaimana suatu sistem memobilisasi sumber daya serta tenaga yang ada untuk mencapai tujuan tersebut.
d. Fungsi adaptasi
Menyangkut hubungan antara masyarakat sebagai sistem sosial dengan sub – sistem organism tindakan dan dengan alam fisiko organik. Secara umum fungsi ini menyangkut kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan hidupnya. Dalam pelaksanaan fungsi ini, teknologi sangat penting peranannya.
E. KESIMPULAN
Sistem sosial merupakan wadah bagi setiap individu di dalam masyarakat untuk hidup dan mencapai segala tujuan yayang telah disepakati bersama. Setiap individu berinteraksi dengan angggota yang satu dan yang lainnya sebagai bentuk keterikatan dan ketergantungan mereka akan sesama
Semua unsur-unsur yang ada di dalam siste masyarakat harus saling melengkapi agar tercipta situasi yang harmonis dan seimbang. Jika salah satu unsure sistem sosial yang ada di dalam masyarakat hilang atau sengaja dihilngkan , maka yang akan terjadi adalah ketidakseimbangan sistem sosial. Jika sistem soial sudah tidak seimbang. Maka tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat tersebut akan sulit dicapai atau bahkan tidak tercapai.
Kita bisa mengambil contoh jika perasaan yang timbul diantara para individu masyarkat adalah hal-hal negative seperti iri dengki, dendam , acuh tak acuh dan lain sebagainya, maka bisa dipastikan masyarakat tersebut akan mengalami ketidakseimbangan, ketidakharmonisan, yang berujung pada perpecahan. Sehingga tujuan dari masyarakat tersebut tidak akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Syani, Manajemen Organisasi, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987.
Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapa , (Jakarta: Penerbit PT.Bumi Aksara, 2002, cet.2
Ankie M.M. Hoogvelt, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, disadur oleh: Alimandan, Jakarta: Penerbit PT. CV Rajawali,1985.
Alvin L. Betrand, Sosiologi, terjemahan: Sanapiah S. F, Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1980.
David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, disunting oleh: Wirutomo, Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 1995. Cet. ketiga
Tatang, M. Amirin, Pokok-pokok Teori Sistem, Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1986


[1] Dipresentasiakn pada Mata Kuliah Teori Sosial Budaya yang diampu oleh Samsul Susilawati, S. Sos, M. Si
[2] Abdul Syani, Manajemen Organisasi, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1987), hlm. 123.
[3] Tatang M. Amirin, Pokok-pokok Teori Sistem, (Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1986), hlm.115.
[4] Abdul Syani, op.cit., hlm 124.
[5] Abdul Syani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapa , (Jakarta: Penerbit PT.Bumi Aksara, 2002), hlm.125.
[6] Alvin L. Betrand, sosiologi, (terjemahan: Sanapiah S. F), (Jakarta: Penerbit CV. Rajawali, 1980), hlm. 117.
[7] Abdul Syani, op. cit, hlm. 126.
[8] David Berry, Pokok-Pokok Pikiran Dalam Sosiologi, disunting oleh: Wirutomo, Jakarta: Penerbit PT. RajaGrafindo Persada, 1995. Cet. Ketiga, hlm. 15-16.
[9] Abdul Syani, op. cit, hlm. 129-130.
[10] Ankie M.M. Hoogvelt, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, (disadur oleh: Alimandan), (Jakarata: Penerbit PT. CV Rajawali,1985), hlm. 131-133.

ONTOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM


-->
ONTOLOGI PERSPEKTIF ISLAM[1]
Oleh: Salman Farizi[2]
A. PENDAHULUAN
Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukkan munculnya perenungan di bidang ontologi yang tertua di antara segenap filsafat Yunani yang kita kenal adalah Thales. Atas perenungannya terhadap air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu.
Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama, kenyataan yang berupa materi (kebenaran) dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan tentang hakikat sangatlah luas sekali, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada. Hakikat adalah realitas; realita adalah ke-real-an, Riil artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab "apa " yang menurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda.[3]
Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logik. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan).[4] Louis O.Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi itu mencari ultimate reality dan menceritakan bahwa di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang berpendapat bahwa airlah yang menjadi ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda. Jadi asal semua benda hanya satu saja yaitu air”.[5]
Sidi Gazalba dalam bukunya Sistematika Filsafat mengatakan, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu ia disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan.[6]
Amsal Bakhtiar dalam bukunya Filsafat Ilmu mengatakan, ontologi berasal dari kata ontos = sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori/ilmu tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata-mata.[7]
Pada intinya, pandangan terhadap filsafat sekarang ini ada dua yaitu, pandangan dari orang-orang barat dan pandangan Islam. Dua pandangan diatas bertolak belakang. Oleh karena itu, kami akan mengkaji salah satu pokok bahasan yang ada di dalam filsafat yaitu Ontologi perspektif Islam
Berdasarkan hal itu, pertanyaan yang patut dikemukan adalah adalah bagaimana pandangan Islam terkait dengan ontologi tersebut dan bagaimanakah penciptaan alam semeta ini dalam perspektif ontologi Islam. Jawaban dari kedua pertantayan itu akan memberikan sebuah pemahaman yang jelas terhadap onotologi dalam perspektif Islam bagi kita semua.
B. PANDANGAN AL-QUR’AN TERHADAP ALAM SEMESTA
Ontologi merupakan salah satu objek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (being), baik berupa wujud fisik (al-tobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-tobi’ah). Upaya penelaahan dan pemahaman terhadap hakikat alam semesta dan yang terkait di dalamnya sudah muncul sejak zaman Yunani kuno. Thales (631-550 SM), Bapak filsafat Yunani, misalnya, telah meneliti asal muasal kejadian alam semesta dan berkesimpulan bahwa segala sesuatu yang ada berasal dari air. Sepuluh abad berikutnya, al-Qur’an membirikan informasi dan menegaskan, bahwa segala sesuatu diciptakakn dari air, “Dan Kami jadikan segala sesuatu dari air”. (QS. Al-anbiya’, 21:30). Kemudian diteruskan oleh filosof-filosof sesudahnya, Anaximandros (610-546 SM), Anaximenes (585-528 SM), dan Heraklitos (540-475 SM) yang akhirnya dikenal sebagai filosof Ionioan School (madrasah al-iyuniyah). Di tangan merekalah ditemukan empat elemen bumi yaitu air, api, udara dan tanah, yang dikenal sebagai al-ustuqsat al-arba’ah (elementum).
Atas dasar itulah, realitas (al-mawjud) dalam perspektif Islam juga meliputi fisika dan metafisika. Hanya, dalam diskursus filsafat Islam, objek kajiannya lebih banyak menyentuh persoalan metafisika, terutama bagian ketuhanan dan hubungannya dengan penciptaan alam semesta, sehingga filsafat dalam Islam disebut juga sebagai filsafat ketuhanan (al-falsafah al-ilahiyyah) atau filsafat pertama (al-falsafah al-ula), karena menyentuh pembahasan tentang Allah sebagai sebab pertama (causa prima). Adapun wilayah fisika terkait dengan ilmu-ilmu ke-alaman seperti kedokteran, ilmu alam, eksakta, Astronomi, dan lain-lain, yang di masa klasik Islam menjadi keahlian para filosof Islam.[8]
Penjelasan dari teks di atas adalah semua yang ada di dunia ini adalah berasal dari Tuhan, dalam hal ini adalah Allah SWT sebagai sebab pertama. Segala ilmu yang ada sekarang ini adalah berasal ari-Nya. Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di alam semesta ini. Baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi.
Lebih dari itu, al-Qur’an memandang alam semesta sebagai ciptaan Tuhan dengan menggunakan kata dasar (al-khalq). Istilah ciptaan, yang berarti makhluk dan terulang sebanyak 57 kali dalam al-qur’an ini adalah kata serupa yang digunakan untuk mengungkapkan perilakku penciptaan itu sendiri., yakni khalaqa, yang menunjukkan proses kejadian alam semestayang tunduk kepada hukum-hukum kausalitas (al-sababiyah) yang tidak tunduk kepada perubahan dan penggantian (tahwil:tabdil), sebagaimana yang dinyatakan oleh al-qur’an: “dan kamu tidak akan menemukan suatu perubahan dalam ciptaaan Allah”(QS. Fatir 35:43, QS. al-Ahzab 33:62, QS. al-Fath, QS. Al-Isra’ 17:77).[9]
C. PROSES PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Alam berarti dunia fisik, yaitu kita berhubungan dengannya lewat lewat indra kita. Dalam al-Qur’an terdapat 750 ayat yang merujuk pada fenomena alam. Hampir seluruh ayat ini memerintahkan manusia untuk mempelajari kitab (hal-hal yang berhubungan dengan) penciptaan dan merenungkan isinya.[10]
Kata khalaqah bukan merupakan terma tunggal yang digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan makna penciptaan. Namun, proses penciptaan alam semesta diungkapkan dengan menggunakan istilah yang beragam: khalaqa, sawwa, fatara, sakhkhara, ja’ala dan ba’da. Semua sebutan untuk penciptaan ini mengandung makna mengadakan, membuat, mencipta atau menjadikan dengan tidak meniscayakan waktu dan tempat penciptaan. Dengan kata lain, bahwa penciptaan alam semestatidak mesti harus didahului oleh ruang dan waktu. Meskipun demikian, kata yang paling dirujukoleh al-Qur’an adalah khalaqa (dalam berbagai bentuk pelakunya), yakni sebanyak 161 kali dan yakhkhluku (dalam berbagai bentuk dan pelakunya), sebanyak 8 kali, ditambah dengan bentuk jamaknya sebanyak 4 kali. seperti yang dinyatakan didalam al-Qur’an, bahwa “dialah yangmemnciptakan bagimu semua yang ada di langit dan bumi, kemudian Dia bersemayam di langat dan menciptakannya tujuh tingkatan langit. Dan dialah yang maha mengetahui terhadap segala sesuatu” (QS. Al-baqarah, 2:29); juga ayat, “sesungguhnya tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi sdalam enam hari, kemudian bersemayam siatas singgasana ‘arsy’ (QS. Yunus, 10:3).
Kata kerja lain yang digunakan meskipun dalam jumlah kecil, adalah bada’a yang berarti mengadaka sesuattu yang baru tanpa contoh (penemuan baru). Misalnya, dalam al-qur’an disebutkan, bahwa”pencipta langit dan bumi, tatkala meniscayakan sesuatu dia mengatakan adalah, maka ia ada” (QS. Al-baqarah, 2:117). Pada kesempatan lain al-Qur’an menggunakan kata kerja lain ja’ala yang bermakna membuat atau menjadikan, seperti dalam ayat: “dialah yang menjadikan matahari bercahaya dan bulan bersinar” (QS. Yunus:10:5). Selain itu juga penggunaankata fatara, sawwa, dan sakhkhara sebagaimana yang disebutkan diatas.
Dalam diskursus keagamaan dan kefilsafatan, hakekat penciptaan telah menjadi perdebatan panjang yang bermuara pada perbedaan interpretas etimologis terhadap terma-terma yang digunakan oleh al-qur’an diatas. Misalnya apakah penciptaan alam semesta didahului oleh adanya ruang dan waktu ataukah tidak. karena hall ini berimplikasi kepada premis tentang keazalia dan keabadian alam semesta, maka para teolog musli berpendapat bahwa Allah menciptakan alam semesta dalam ketiadaan (al-khalq min ‘adam) atau creatio ex nihillo. Bagi mereka, karena Allah maha kuasa, maka menciptakan sesuatu dari ketiadaan bukannlah sesuatu kemustahilan. Dipihak lain, dengan premis-premis logika dan postulat-postulat ilmu serta pengamatan fenomina alam secara alamiah, para filosof berpendapat bahwa penciptaan dari ketiadaan adalah mustahil. Pada hakikatnya menurut mereka yang terjadi dalam penciptaan adalah pengubahan bahan dari bentuk yang satu kebentuk yang lainnya.
Ibnu Rusyd misalnya, memandang realitas itu ada tiga macam. Pertama, realitas yang adanya dari tiada dan tidak disebabkan oleh apapun atau tidak didahului oleh adanya ruang dan waktu. Realitas inidisebut dengan realitas azali dan abadi yang merupakan sebab bagi adanya segala sesuatu. Dalam istilah agama realitas azali disimbolkan sebagai tuhan (Allah) yang transenden dalam semua aspek-aspeknya. Kedua, realitas yang adanya dari sesuatu (misalnya bahan materi) karena sebab tertentu, serta didahului oleh ruang dan waktu. Realits ini adalah semua benda yang ada didalam alam semesta ini, termasuk keempat elemen bumi, yakni api, air, tanah, dan udara, yang dikenal dengan (al-ustuqsat al-arba’ah). Ketiga, realitas yang adanya dari tiada, namun adanya karena sebab dan tidak didahului oleh ruang dan waktu. Realitas ini adalah alam sebagai terciptanya benda-benda didalamnya. Karena adanya tidak didahului oleh ruang dan waktu, maka ia azalai dan abadi seperti yang menyebabkannya. Hanya, realitas ini dibawah tingkatan realitas pertama sebagi sebab pertama yakni Allah yang maha tinggi.[11]
D. PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI
Penciptaan alam semesta memang tidak disebutkan di dalam al-Qur’an secara langsung, juga tidak dijelaskan secara mendetail dan rinci, sebagaimana Allah berfirman: “Aku tidak dipersaksikan kepada manusia tentang penciptaan langit dan bumi, dan tidak juga penciptaan diri mereka…” (QS.al-Kahf, 18:51). Melainkan dijelaskan secara global sebagai firman-Nya: “Hanya kepada-Nyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang benar dari Allah, sesungguhnya Allah menciptakan makhluk pada permulaannya kemudian mengulanginya (menghidupkannya) kembali (sesudah berbangkit), agar Dia memberi pembalasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dengan adil. Dan untuk orang-orang kafir disediakan minuman air panas dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka” (QS. Yunus, 10:4); “Segala pujj bagi Allah pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai para utusan ( untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masingh-masing ada yang dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas aegala sesuatu” (QS. Qaf, 50:1).
Langit sebelum dijadukan oleh Allah adalah berupa asap, kabut atau gas, kemudian baru menjadi benda-benda di angkasa luas. Benda-benda di angkasa itu pada mulanya satu, kemidian pecah dan diantaranya menjadi bumi. Seperti yang dinyatakan dalam Al-Qur’an: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dulu adalah satu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapakah mereka tiada beriman.”(QS. Al-Anbiya 21:30).
Langit dan bumi sepeti yang digambarkan Al-Qur’an diciptakan Tuhan dala enam hari, maksudnya berproses dalam enam masa yang panjang, mengingat dalam ayat lain disebutkan sehari sama dengan seribu tahun atau lima puluh ribu tahun. Dan setidaknya ada tujuh ayat dari empat surat dalam Al-Qur’an yang dapat dijadikan rujukkan untuk mengetahui kejadian langit dan bumi. Ayat-ayat tersebut adalah (QS. Al-Ghasiyah, 88:17-20); (QS. Yunus, 10:101); (QS. al-Ankabut, 29:20); dan (QS. Al-Rum, 30:50). Dari tujuh ayat ini dapat dipahami konsep dasar penciptaan langit dan bumi, hal ini terlihat dengan jelas dalam surat al-Ghasiyah: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia dicptakan ; dan langit bagaimana ditinggikan; dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan dan bumi bumi bagaimana dihamparkan(QS. Al-Ghasiyah, 88:17-20).[12]
E. PENCIPTAAN MANUSIA
Manusia oleh al-Qur’an dipandang sebgai salah satu ciptaan Allah efunrdi alam semesta dan gsi sebagai khalifah-Nya di bumi. Al-Qur’an mencritakan bahwa Allah menciptakan manusia dari bahan tanah (turab), tanah liat (tin), tanah liat kering (salsal) yang dibentuk dari lumpur hitam (hama’) dan (ard). Misalnya firman Allah: “Dari tanahlah kami ciptakan, dan pada kepadanya Kami kembalikan, dan darinya Kami bangkitkan kembali ”(QS. Taha, 20:55). Dan pada kesempatan lain, juga disebutkan bahwa manusia diciptakan dari air (ma’)seperti difirmankan: “dan Dialah yang menjadikan manusia dari air” (QS. Al-Furqan, 25:54). Ayat-ayat ini memberikan pemahaman secara sepintas lalu bahwa penciptaan manusia dimulai dengan aiar dan tanah.
Dalam ayat lain , al-Qur’an member ilustrasi tentang proses kejadian manusia dari air benih (nutfah) yang dipancarkan (mani). Allah berfirman: “(Allah) yang paling baik ciptaan-Nya dan memulai menciptakan manusia ari tanah; kemudaian menjadikan keturunannya dari pancaran air yang hina.” (QS. As-sajdah, 32:8).[13]
F. KESIMPULAN
Ontologi merupakan salah satu objek garapan filsafat ilmu yang menetapkan batas lingkup dan teori tentang hakikat realitas yang ada (being), baik berupa wujud fisik (al-tobi’ah) maupun metafisik (ma ba’da al-tobi’ah).
Realitas (al-mawjud) dalam perspektif Islam juga meliputi fisika dan metafisika. Hanya, dalam diskursus filsafat Islam, objek kajiannya lebih banyak menyentuh persoalan metafisika, terutama bagian ketuhanan dan hubungannya dengan penciptaan alam semesta, sehingga filsafat dalam Islam disebut juga sebagai filsafat ketuhanan (al-falsafah al-ilahiyyah) atau filsafat pertama (al-falsafah al-ula), karena menyentuh pembahasan tentang Allah sebagai sebab pertama (causa prima). Adapun wilayah fisika terkait dengan ilmu-ilmu ke-alaman seperti kedokteran, ilmu alam, eksakta, Astronomi, dan lain-lain.
Disini dapat disimpulkan bahwa segala yang ada dunia ini adalah ciptaan dari Allah SWT sebagai sebab pertama. Mulai dari alam semesta hingga isinya adalah ciptaan Allah SWT. Tidak terkecuali manusia yang ada di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 1997. Filsafat Agama Islam, Jakarta: Logos Wacana llmu, cet. I.
Gholshani, Mehdi. 1997. Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an,Bandung: Mizan.
Gazalba, Sidi. Tanpa Tahun. sistematika Filsafat, Pengantar kepada Teori Pengetahuan, Buku II, Jakarta: Bulan Bintang, cet.I.
James K. Feibleman, 1976. Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictionary Philoshopy, Totowa New Jersey: Little Adam & Co.
Katsoff, Louis O. 1953. Element of Philosophy, New york: The Roland press Company.
Masruri, Hadi, 2007. Filsafat Sains dalam Al-Qur’an, Malang: UIN-Malang PRESS.
Romdon, 1996. Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, Jakarta: Rajawali Press, edl, cet.I.


[1] Disamapaikan sebagai tugas perkulahan filsafat Ilmu yang diampu oleh Drs. H. Masruri, Lc, MA
[2] Mahasiswa juusan Pendidikan IPS fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
[3]Romdon, Ajaran Ontologi Aliran Kebatinan, (Jakarta: Rajawali Press, ed. l, cet. I, 1996), hlm.X.
[4]Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976), hlm.219.
[5]Louis O Katsoff, Element of Philosophy, (New york: The Roland press Company, 1953), hlm. 178.
[6] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Pengantar kepada Teori Pengetahuan, Buku II, (Jakarta: Bulan Bintang, cet. I, 1973), hlm. 106.
[7]Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama I, (Jakarta: Logos Wacana llmu, cet. I, 1997). hlm. 169.
[8] Masruri, Hadi, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an,(Malang: UIN-Malang PRESS, 2007) hlm. 89-90.
[9] Ibid hlm. 91.
[10] Gholshani, mehdi, Filsafat-Sains menurut Al-Qur’an,(Bandung: Mizan, 1997) hlm.22.
[11] Masruri, Hadi, Filsafat Sains dalam Alqur’an, op.cit., hlm.91-95.
[12] Ibid, hlm. 96-97.
[13] Ibid, hlm. 101-102.